Siapapun
kita tentu akan merasa bahagia ketika mendapat tambahan anggota keluarga baru. Apalagi jika itu seorang bayi mungil. Kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan materi. Tak terkecuali saya dan keluarga. Sebuah kebahagiaan
tersendiri yang saya rasakan. Karena kelahiran putra ketiga ini berjarak 10 tahun dari putra sebelumnya.
Waktu penantian yang tidak sebentar bagi saya dan
keluarga besar. Bagi kakek-nenek
(orang tua saya),
bayi ini adalah cucu
laki-laki ke-5 dari 5 orang cucu. Sementara bagi kakek nenek (orang tua
istri), ini adalah cucu
laki-laki ke-8 dari 11 orang cucu. Kebahagiaan ini juga turut
dirasakan oleh keluarga besar kakek buyut bayi kami. Ini adalah cicit/buyut laki laki ke-13 dari 17 orang cicit/buyut.
Tepat Pukul
07.00 Wib, Jum'at 6 Januari 2017 putra ketiga kami
lahir dengan normal. Proses persalinan yang dibantu oleh bidan desa, berlangsung lancar. Meski
saya sendiri sempat merasa tegang menyaksikan detik-detik kelahiran bayi mungil
ini. Namun segera saja terhapus sejak mendengar tangisan pertamanya.
Hari-hari
awal kehadiran bayi mungil ini, menjadikan rumah kami menjadi lebih semarak.
Selain karena hadirnya si kecil sebagai anggota keluarga baru, juga
karena terus mengalirnya
perhatian dan ucapan selamat dari
tetangga, kerabat dan teman- teman.
Maklumlah
saya dan keluarga besar
tinggal di perdesaan. Seketika mendengar kabar kelahiran bayi kami, beritanya segera menyebar dari mulut ke
mulut. Tak pelak sejak pagi, siang, sore, hingga malam hari, ada saja yang berkunjung untuk menjenguk anggota keluarga baru kami sembari
memberi perhatian
kepada ibu si bayi.
Suasana berbeda ketika sudah tiba malam hari. Selama Sembilan malam berturut-turut, antara 20-30 orang tetangga, kerabat dan
teman-teman berkumpul di rumah. Di perdesaan kegiatan ini dikenal dengan istilah "Jagongan".
Sebuah tradisi warga bersilaturahmi dan berkumpul karena ada kelahiran bayi.
Saya sendiri
sebetulnya tidak
begitu faham asal muasal tradisi ini. Namun konon sudah dilakukan sejak kampung
halaman saya ini berdiri. Sebagai daerah tujuan transmigrasi
yang warganya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, tradisi ini
disinyalir dibawa oleh tetua kampung dari daerah asal masing-masing.
Meskipun tidak ada acara khusus tradisi jagongan ini tetap dilaksanakan hingga saat ini. Jagongan dilakukan dengan duduk
lesehan di tikar baik didalam maupun diluar rumah. Karena rumah tinggal kami tergolong
kecil, maka
sejak awal, ruangan
dalam rumah disiapkan untuk tamu kaum ibu
dan anak-anak. Sementara tamu laki-laki
diterima di teras dan garasi.
Suasana hangat yang berlangsung selama hampir 10 hari
hingga acara tasyakuran dan pemberian nama putra ketiga ini terasa begitu singkat.
Namun bagaimanapun Saya dan keluarga tetap ingin merasakan kebahagiaan ini
selamanya.
Sudah Sembilan tahun
rumah tempat tinggal saya hening dari
suara tangisan bayi. Saat ini tak peduli pagi, siang, sore, malam dan
dinihari, sesekali mendengar tangisan
dan bayi.
Apalagi kini setelah bayi berusia dua bulan, mulai
terdengar suara lain selain tangisan. Ya … mulai terdengar celotehan-celotehan
kecil. Suara ahh… ,mmm…. , dan mengguman
sudah makin sering terdengar disela rengekan dan tangisan rutin ketika haus
atau kurang nyaman karena buang air.
Rasa bahagia
keluarga kami, akan semakin lengkap jika bisa mempersembahkan barang kebutuhan si kecil seperti baju, perlengkapan, mainan edukasi dari elevenia. Barang-barang tersebut tentu dengan mutu dan kualitas yang bisa melengkapi kebahagiaan
kami sekeluarga sekaligus menunjang tumbuh
kembangnya bayi menuju dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar