Senin, 01 Februari 2016

Belajar Kebaikan dari Kang Obong

Usia Bakarudin sebenarnya tak muda lagi. Namun fisiknya masih tampak kekar, jalannya pun masih gagah. Sehari hari ia pun masih bersemangat menjalani profesi sebagai penarik becak.
Kang Obong, begitu sehari hari Bakarudin biasa di sapa. Sejak tahun 70-an ia berprofesi sebagai tukang becak. Ia juga sempat berpindah pindah pangkalan becak. Mulai dari pasar Bambu Kuning, Pasar Tengah, Pasar Bawah, Jalan Raden Intan hingga Jalan Kartini Kota Bandar Lampung.
Ketika saya temui disebuah warung kopi, Lelaki asal Serang Banten  menuturkan suka duka menjalani profesi sebagai tukang becak. Namun dengan kematangan pribadinya, ia lebih menuturkan hikmah dan nilai-nilai kehidupan.
Ia mengaku tidak mematok tarif naik becak yang ia kayuh. Baginya setiap penumpang becaknya adalah sesama manusia yang juga perlu dibantu. Oleh karena itu ia memfokuskan agar penumpangnya bisa sampai tujuan dengan selamat.
Tak jarang Obong mendapati barang penumpang ada yang tertinggal di becaknya. Misalnya dompet, handphone, payung dll. Pengalaman Kang Oblong ketika ada dompet penumpang yang tertinggal. Dan baru diketahui setelah ia berjalan ke pangkalan becak.
Begitu Kang Obong mengetahui ada dompet penumpang yang tertinggal, ia tidak berani menyentuh sama sekali. Ia kemudian memutar arah ke rumah penumpang becak yang tadi ia antarkan. Niatnya adalah mengembalikan dompet tersebut kepada pemiliknya.
Sesampai di rumah orang yang dompet nya tertinggal tadi, si pemilik rumah tampak terkejut karena belum menyadari bahwa dompetnya tertinggal.
Kang Oblong pun menanyakan "apa Ibu merasa ada barang berharga yang hilang,?
Si Ibu malah menampakkan reaksi terkejut dan tidak merasa kehilangan apapun.
Kang Obong kemudian meminta ibu adi untuk memeriksa Dulu barang barang yang tadi dibawa ketika naik becak. Si Ibu menuruti permintaan Kang Oblong sembari masuk rumah. Beberapa  saat kemudian ibu keluar dan menemui Obong.  "Ya betul Mang, dompet saya nggak ada,".
Kang Oblong Kemudian berkata "Apa betul ini dompet ibu?", sembari Oblong mengarahkan ibu jarinya ke arah dompet yang masih berada ditempat semula (di tempat duduk becak).
"Silakan diambil bu, itu milik ibu. Saya tidak berani menyentuhnya sama sekali", ucap Obong. Betapa terkejutnya sang ibu. Sepertinya perasaan ibu ibu Campur aduk. Antara heran, haru dan gembira.
Ibu itu pun kemudian mempersilahkan Kang Oblong untuk mampir ke kediaman rumahnya.
"Mulanya saya menolak untuk mampir.  Namun Di rumah tersebut, saya disambut baik, dibuatkan kopi dan dihidangkan  kue. Si Ibu juga tulus menunjukkan keramahannya", kenang Obong.
Usai minum kopi Kang Obong lalu mohon pamit. Si Ibu sempat menahan sebentar sembari bergegas masuk. Kemudian kembali lagi membawa dompet yang tadi diantar oleh Kang Obong.  Saat Ibu si Ibu membuka dompet dan mengambil beberapa lembar uang bermaksud memberikan kepada Kang Oblong sebagai ucapan terima kasih.
Namun Kang Obong menolak dengan halus. "Maaf bu niat saya tadi hanya mengantar barang ibu yang tertinggal di becak saya. Saya ikhlas bu karena ibu asti sangat memerlukan dompet ibu. Jadi mohon maaf saya tidak bisa enerima pemberian ibu", ucap Obong.
Si Ibu memaksa untuk tetap memberikan uang kepada Obong, namun tetap saja Obong tidak mau menerima. Hingga akhirnya Obong kemudian pamitan dan buru buru mengayuh becak nya menuju pangkalan.
Ayah enam orang anak dan kakek 3 orang cucu ini juga menuturkan cerita cerita lain selama ia bekerja mengayuh becak. Ia mengaku bisa menghidupi keluarga dari mengayuh becak.
Cerita Pengalaman mengayuh becak ini baginya bukanlah dalam  rangka memuji diri sendiri. Karena ia tampak mensyukuri apa yang sudah ia dapatkan dan ia miliki hingga saat ini.
Anak anaknya bisa menyelesaikan pendidikan di sekolah umum, sembari menimba Ilmu agama di sekolah Madrasah.
Obong juga memiliki banyak kenalan,  teman yang bisa seperti saudara. Dalam bekerja ia berprinsip tetap menambah teman dan saudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar