Sabtu, 31 Juli 2010

Belajar dari Pengalaman Teman

Belajar dari Pengalaman Teman

Tanpa bermaksud menggurui, saya akan berbagi cerita mengenai kejadian yang dialami teman saya. Januari 2010 saya berbincang dengan teman lama di Kampus. Dia adalah seorang wiraswasta (conter, Grosir dan Sevice Handphone). Memulai Usaha sejak tahun 2003 dan mengalami perkembangan bagus hingga tahun 2009. Omset dan modal berputar yang dimiliki hampir 300 juta. Pada saat usaha ini berjalan lancar, beliau sudah cukup nyaman menjalankan usaha. Yang dilakukan setiap hari hanya mengontrol pembukuan dan menerima setoran uang pada sore hari. Berangkat kerja tidak rutin tiap hari, artinya usaha yang berjalan sudah bisa berjalan dengan atau tidak hadirnya teman ini. Hampir semua pekerjaan dari mulai order barang, selling, service & purna jual semua sudah dilakukan oleh pegawainya.

Merupakan sebuah cita-cita hampir semua wiraswastawan, dimana uang sudah bisa bekerja menghasilkan uang. Dimana kehadiran sang pemilik usaha sudah bukan menjadi keharusan dalam setiap proses usaha.

Namun menurut pengakuan teman ini bahwa pada pertengahan tahun 2009 usahanya mengalami kemunduran, baik aset maupun omset. Bahkan hingga awal 2010 yang terjadi bahwa 2 cabangya terpaksa harus tutup, barang dagangannya hampir habis, tetapi uangnya tidak jelas. Prediksi pemiliknya terjadi kesalahan managemen keuangan oleh salah satu orang yang dipercaya untk mengurusi usaha tersebut.

Belajar dari kondisi tersebut mari kita analisa beberapa hal. Bernarkah bahwa kurangnya campur tangan pemilik terhadap jalannya proses usaha menandakan bahwa sistem usaha sudah terbentuk, dalam pengertian bahwa semua proses usaha berjalan berdasarkan aturan main/terminologi yang telah dibuat sebelumnya oleh pemilik. Ataukah suatu keberanian sang pemilik “mendelegasikan” seluruh proses usaha kepada pegawainya. Ada kecenderungan juga perasaan “nyaman” dari sang pemilik terhadap usaha yang dirasakan sudah bisa berjalan tanpa “campur tangan” yang besar darinya. Kedua hal ini seringkali menjadi sebuah jebakan dalam menjalankan usaha.

Apa yang bisa kita pelajari dari cerita ini. Kalau boleh saya menuliskan lagi beberapa pertanyaan sebagai abahan analisa.

1. Bagaimana kita memahami sistem usaha sampai pada keputusan untuk mengurangi campur tangan kita (Pemilik) terhadap berlangsungnya proses usaha. Adakah sebuah sistem yang sudah dibentuk, dengan asumsi bahwa sistem tersebut sudah teruji dan bisa dilakukan oleh setiap pegawai.

2. Sudah waktunya-kah? Si pemilik merasa harus mendelegasikan seluruh pekerjaan kepada pegawainya, sampai tugas-tugas penting yang berkaitan dengan keuangan, dan pengambilan keputusan penting dalam usaha.

3. Apa yang kita pahami tentang managemen. ?? POAC (Plaining – Organizing – Actuating –Controling)


bersambung....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar