Jumat, 17 Maret 2017

Tangisan Bayi: Refleksikan Kebahagiaan Keluarga

Siapapun kita tentu akan merasa bahagia ketika mendapat tambahan anggota keluarga baru.  Apalagi jika itu seorang bayi mungil.  Kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan materi.  Tak terkecuali saya dan keluarga. Sebuah kebahagiaan tersendiri  yang saya rasakan.  Karena kelahiran putra ketiga ini  berjarak 10 tahun  dari putra sebelumnya.

Waktu penantian yang tidak sebentar bagi saya dan keluarga besar. Bagi kakek-nenek (orang tua saya), bayi ini adalah cucu laki-laki ke-5 dari 5 orang cucu. Sementara bagi kakek nenek (orang tua istri), ini adalah cucu laki-laki ke-8 dari 11 orang cucu. Kebahagiaan ini juga turut dirasakan oleh keluarga besar kakek buyut bayi kami.  Ini adalah cicit/buyut laki laki ke-13  dari 17 orang cicit/buyut.

Tepat Pukul 07.00 Wib, Jum'at  6 Januari 2017 putra ketiga kami lahir dengan normal. Proses persalinan yang dibantu oleh bidan desa, berlangsung lancar. Meski saya sendiri sempat merasa tegang menyaksikan detik-detik kelahiran bayi mungil ini. Namun segera saja terhapus sejak mendengar tangisan pertamanya.

Hari-hari awal kehadiran bayi mungil ini, menjadikan rumah kami menjadi lebih semarak. Selain karena hadirnya si kecil sebagai anggota keluarga baru, juga karena terus mengalirnya perhatian dan ucapan selamat  dari tetangga, kerabat dan teman- teman.

Maklumlah saya dan keluarga  besar tinggal di perdesaan. Seketika mendengar kabar kelahiran bayi kami,  beritanya segera menyebar dari mulut ke mulut. Tak pelak sejak pagi, siang, sore, hingga malam hari, ada saja yang berkunjung untuk menjenguk anggota keluarga baru kami sembari memberi perhatian kepada ibu si bayi.

Suasana berbeda ketika sudah tiba malam hari. Selama Sembilan malam berturut-turut, antara 20-30 orang tetangga, kerabat dan teman-teman berkumpul di rumah. Di perdesaan kegiatan ini dikenal dengan istilah "Jagongan".  Sebuah tradisi warga bersilaturahmi dan berkumpul karena ada kelahiran bayi.

Saya sendiri sebetulnya tidak begitu faham asal muasal tradisi ini. Namun konon sudah dilakukan sejak kampung halaman saya ini berdiri.  Sebagai daerah tujuan transmigrasi yang warganya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat, tradisi ini disinyalir dibawa oleh tetua kampung dari daerah asal masing-masing.

Meskipun tidak ada acara khusus tradisi jagongan ini tetap dilaksanakan hingga saat ini. Jagongan dilakukan dengan duduk lesehan di tikar baik didalam maupun diluar rumah. Karena rumah tinggal kami tergolong kecil, maka sejak awal, ruangan dalam  rumah disiapkan untuk tamu kaum ibu dan anak-anak.  Sementara tamu laki-laki diterima di teras dan garasi.

Suasana hangat yang berlangsung selama hampir 10 hari hingga acara tasyakuran dan pemberian nama putra ketiga ini terasa begitu singkat. Namun bagaimanapun Saya dan keluarga tetap ingin merasakan kebahagiaan ini selamanya.

Sudah Sembilan tahun  rumah tempat tinggal saya hening dari  suara tangisan bayi. Saat ini tak peduli pagi, siang, sore, malam dan dinihari,  sesekali mendengar tangisan dan bayi.  
Apalagi kini setelah bayi berusia dua bulan, mulai terdengar suara lain selain tangisan. Ya … mulai terdengar celotehan-celotehan kecil.  Suara ahh… ,mmm…. , dan mengguman sudah makin sering terdengar disela rengekan dan tangisan rutin ketika haus atau kurang nyaman karena buang air.


Rasa bahagia keluarga kami, akan semakin lengkap jika bisa mempersembahkan barang kebutuhan si kecil seperti baju, perlengkapan, mainan edukasi dari elevenia.  Barang-barang tersebut tentu  dengan mutu dan kualitas yang bisa melengkapi kebahagiaan kami sekeluarga sekaligus menunjang  tumbuh kembangnya bayi menuju dewasa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar