Senin, 17 Juni 2013

“Menyulap” Daun Nipah menjadi Rupiah

Abdul Jaya, Pembuat Atap Daun Nipah Way Bungur Lampung Timur

Sumber: Tabloid LENSA Wirausaha Edisi 02

Daun nipah dalam bahasa daerah sering disebut kajang.  Daun dari tumbuhan yang banyak ditemui di daerah berlumpur ini ternyata menyimpan potensi besar untuk dijadikan sebuah usaha.   Banyak sekali manfaat dari tumbuhan bernama latin Nypa Fruticans ini.  Biasanya daun nipah digunakan sebagai bahan atap rumah, kandang, atau bangunan lain.  Bangunan yang berbahan atap dari kajang terasa lebih sejuk dan nyaman.  Namun demikian, kajang sangat jarang digunakan sebagai bahan atap rumah karena kurangnya tingkat ketahanannya.  Selain untuk keperluan tersebut, daun nipah bisa dibuat sebagai bahan berbagai kerajinan seperti  tikar, topi, dan tas.
Nipah merupakan tumbuhan asli pesisir Samudra Hindia bagian timur dan Samudra Pasifik bagian Barat Laut.  Sekarang, tumbuhan ini sudah tersebar ke berbagai daerah.  Meskipun tumbuhan ini pernah digolongkan sebagai tumbuhan langka yang terancam punah, tetapi di daerah tropis tumbuhan ini masih cukup melimpah.  Sehingga IUCN REDLIST mengevaluasinya dalam daftar Least Concert (bersiko rendah).
Abdul Jaya, Melibatkan tenaga kerja dari sekitar tempat tinggalnya dalam
Pembuatan Atap Daun Nipah .
Abdul Jaya adalah salah seorang pengrajin daun nipah.  Lelaki yang kerap dipanggil Jaya ini mengatakan bahwa ia telah lama menggeluti usaha di bidang kerajinan daun nipah.  Paling sering ia membuat daun nipah menjadi bahan atap bangunan.  Usahanya diawali dari bantuan modal ibu-ibu pembuat kue di daerahnya.  Dari modal tersebut, ia mulai membeli bahan-bahan, utamanya daun nipah dan bambu.  Sampai saat ini, sudah 10 tahun  ia bertahan untuk menekuninya.
Laki-laki dan Perempuan terlibat dalam
Pembuatan Atap Daun Nipah .
Usaha yang telah cukup lama dijalaninya membuahkan banyak pengalaman bagi  warga desa Tanjung Tirto Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur ini.  Bukan hanya cerita “manis” yang ia tuturkan dari pengalaman usahanya.  Banyak sekali kendala usaha yang ia hadapi terungkap dari kisah pengalamannya, seperti berkurangnya karyawan di saat musim panen padi tiba sedangkan bahan baku yang masuk terlalu banyak.  Saat musim panen padi, sebagian besar karyawannya beralih menjadi pemanen padi dengan sistem “bawon”.  Akhirnya, pada masa-masa itu Jaya sangat kekurangan tenaga kerja.
Permintaan konsumen yang tinggi terhadap produk atap nipah memaksa Jaya memperkerjakan setidaknya 20 karyawan setiap hari.  Itupun masih dibantu oleh beberapa anggota keluarganya.  Setiap satu orang karyawan biasanya mampu membuat sampai 150 kajang per hari.
Untuk mencukupi kebutuhan bahan baku, Jaya merasa tidak terlalu kesulitan.  Ada beberapa orang yang memasok daun nipah dari daerah hilir (masyarakat sekitar sering menyebutnya daerah cabang).  Setiap harinya, Jaya menerima sekitarl 250 ikat daun nipah dari mereka.
Sebaran wilayah pemasaran atap daun nipah yang diproduksi Jaya cukup luas.  Bukan hanya di wilayah Kecamatan Way Bungur dan kecamatan-kecamatan sekitarnya saja, tetapi sudah sampai ke daerah-daerah lain yang cukup jauh, misalnya Lampung Selatan.  Dalam pemasarannya,  Jaya dibantu oleh beberapa agen.  Ada 5 agen yang mengambil kajang ke rumahnya untuk dipasarkan di wilayah-wilayah tertentu. Dalam satu kali pengambilan, setiap satu agen mengambil kajang sekitar 1000-5000 buah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar